BERBAGAI DIKOTOMI ISTILAH POKOK
DALAM KAJIAN LINGUISTIK
Dosen Pengampu : Noor Cahaya, M.Pd
Disusun oleh :
Devi Lestari (1610116320006) A-2
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016
BERBAGAI DIKOTOMI ISTILAH POKOK DALAM LINGUISTIK
·
Langue vs Parole
·
Kompetensi vs Performansi
·
Struktur Dalam vs Struktur Permukaan
1. LANGUE DAN
PAROLE
a. Pengertian
Langue dan Parole
Terdapat
tiga kata di dalam bahasa
Perancis yang mengungkapkan pengertian bahasa, yakni langage, langue, dan parole. Meskipun demikian,
ketiganya cukup berbeda, sehingga Saussure memanfaatkan
ketiganya untuk mengungkapkan aspek-aspek bahasa. Perbedaan yang ada pada ketiganya memungkinkan Saussure
mendeskripsikan bahasa sebagai benda atau objek yang dapat diteliti
secara ilmiah.
Langue merupakan produk masyarakat dari langage dan suatu
himpunan konvensi yang perlu,
yang diterima oleh seluruh masyarakat yang memungkinkan
berfungsinya langage pada diri
individu. Dilihat secara
keseluruhan, langage
adalah multibentuk, hiteroklit, dan psikis. Langage merupakan bagian dari bidang individu dan
bidang sosial, yang tidak dapat
diklasifikasikan dalam kategori fakta
kemanusiaan mana pun karena tidak tahu bagaimana
menonjolkan keutuhannya. Langue, sebaliknya, merupakan suatu keutuhan dan suatu prinsip klasifikasi
(Saussure, 1988:75).
Untuk
menempatkan langue di tempat
pertama dalam kajian langage, dapat
dipertahankan argumen berikut: kemampuan (alami atau tidak) untuk
mengartikulasikan kata-kata hanya mungkin dengan bantuan alat yang diciptakan
dan disediakan oleh kelompok. Jadi,
bukan angan-angan untuk mengatakan bahwa languelah yang
merupakan satuan langage. Langue
bukan kegiatan penutur.
Langue merupakan
produk yang direkam individu secara pasif.
Sebaliknya, parole
adalah suatu tindak individual
dari kemauan dan kecerdasan. Dalam
tindak ini perlu dibedakan kombinasi kode-kode bahasa yang digunakan
penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadi dan mekanisme
psikis-fisik yang memungkinnya
mengungkapkan
kombinasi-kombinasi tersebut.
Pemisahan langue dari parole berarti pemisahan
apa-apa yang sosial dari yang
individual dan apa-apa yang pokok dari
yang tambahan dan kurang lebih
bersifat kebetulan. Seseorang akan dapat mendengarkan orang berbicara langue yang tidak dikenalnya. Dia memang menangkap bunyi-bunyi, tetapi karena tidak paham, dia berada di luar
peristiwa sosial.
Langue hadir secara utuh
dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak,
kira-kira seperti sebuah kamus yang setiap eksemplarnya identik, yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue
adalah sesuatu yang ada
pada setiap individu sama bagi
semuanya dan berada di luar kemampuan penyimpannya. Kehadiran
langue dapat diungkapkan dengan rumus (l+l+l+l+...= I).
Dengan cara bagaimana parole hadir
dalam kolektivitas yang sama? Parole adalah apa yang dituturkan orang
dan mengandung kombinasi individual, yang tidak
tergantung dari kemauan mereka
yang menuturkannya dan tindak pembunyian
yang juga suka rela. Jadi, tidak ada kolektivitas di dalam parole. Parole tidak lebih dan tidak kurang
dari penjumlahan kasus-kasus khusus
menurut rumus sebagai berikut: (l+l'+l''+l'''+...).
Lebih
jauh Saussure (1988:81) mengungkapkan
bahwa langue merupakan
objek yang dapat diteliti secara
terpisah. Sebagai objek, langue sifatnya konkret. Hal ini sangat
menguntungkan pengajiannya. Lambang-lambang bahasa, yang pada dasarnya bersifat psikis, tidak
merupakan abstraksi. Asosiasi yang
diterima oleh persetujuan
kolektif, yang seluruhnya
membentuk langue, adalah realita yang
berkedudukan di dalam otak. Dengan kata lain,
lambang-lambang bahasa dapat dianggap sesuatu yang konkret.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa parole adalah keseluruhan apa yang diujarkan seseorang yang bersifat individual. Dengan
kata lain, parole merupakan manifestasi bahasa individual. Dengan
demikian, parole bukanlah
fakta sosial sebab
seluruhnya merupakan hasil individu. Fakta sosial harus meliputi seluruh masyarakat dan tidak memberi pilihan pada
individu.
Langage oleh Saussure diungkapkan sebagai
gabungan parole
dengan kaidah bahasa.
Meskipun meliputi seluruh masyarakat, langage tidak memenuhi syarat fakta
sosial sebab di dalamnya terdapat faktor-faktor individu yang
berasal dari penuturnya.
Dengan demikian, langage tidak memiliki prinsip
keutuhan, sehingga tidak memungkinkannya untuk diteliti secara ilmiah. Langue adalah produk sosial dari kemampuan
bahasa, yang merupakan keseluruhan konvensi yang dipengaruhi oleh kelompok sosial
untuk memungkinkannya mempergunakan kemampuan itu. Jika parole
dipengaruhi unsur wicara, yang sifatnya
hiterogen, langue tidak. Oleh karena itu, bahasa dapat
diselidiki secara ilmiah hanya bila wicara diabaikan.
Jadi, dari sudut pandang
inilah langue bersifat konkret karena
merupakan perangkat tanda
bahasa yang disepakati secara
kolektif.
Bila
dicermati pandangan Saussure di atas,
terutama dikaitkan dengan objek studi bahasa, yakni langue dan menolak parole
sebagai objek penelitian,
kiranya patut diperhatikan.
Sebenarnya, dilihat dari sudut pandang objek penelitian, ini
bukanlah barang baru sebab yang
telah dilakukan oleh para linguis diakronis objeknya adalah ini juga;
hanya saja Saussure memberikan
istilah 'langue'
untuk istilah 'bahasa' yang menjadi objek
kajian para linguis sebelumnya.
Mengapa
parole tidak dipelajari?
Alasan Saussure adalah bahwa parole
bersifat individual; dengan demikian hiterogen di masyarakat. Barangkali sangat
pantas hal ini dikemukakan saat
itu, sebab bagaimana pun dia dididik
dan dikembangkan pada lingkungan dan masa kejayaan linguistik historis serta kuat-kuatnya pengaruh psikologi
behaviorisme saat itu.
Namun, akankah bahasa sebagai
sarana komunikasi hanya menyangkut kaidah-kaidah kolektif? tidakkah unsur-unsur individual justru semakin menarik
untuk dikaji?
Bahasa, sebagai gejala dan kekayaan sosial
tidak akan pernah berhenti berkembang sejalan dengan arah perkembangan
pemakainya. Pemikiran dan tingkah laku berbahasa manusia ditandai oleh gejala alami, yakni
perubahan. Perubahan tingkah laku
berbahasa terjadi pada setiap kawasan
kehidupan manusia, dalam setiap ruang dan
waktu, sehingga menyebabkan perubahan aturan-aturan atau norma (Samsuri, 1988). Suatu bentuk ujaran belum
tentu dapat diterima oleh suatu lingkungan (konteks sosial), meskipun
ujaran tersebut dapat diterima oleh
lingkungan yang lain. Begitu pula
ujaran yang sama akan dimaknai berbeda bila
dituturkan kepada orang yang berbeda. Kalimat bahasa
Jawa dialek Malang Koen
wis mulih, ta? tidak pantas
diucapkan oleh seorang mahasiswa kepada induk semang rumah
kosnya, yang seorang dosen di PTN dan
usianya lebih tua dari mahasiswa
itu, tetapi lazim bila diucapkan sesama teman kos
yang relatif berusia sejajar.
Persoalan ini adalah persoalan sosiologi. Namun, karena timbulnya
penilaian yang berkaitan dengan bahasa,
hal itu juga dapat menjadi kajian ilmu
bahasa. Di sinilah pentingnya
sosiolinguistik dikembangkan.
Kalimat klasik Ayam makan belalang mati
akan memiliki berbagai makna bila diujarkan dengan kesenyapan
('juncture') yang berbeda. Bila
kesenyapan diberikan lebih panjang
di antara ayam dan makan, kalimat tersebut
akan bermakna belalang yang mati. Dengan kata lain, ada peristiwa ayam makan bangkai belalang.
Bila kesenyapan diberikan lebih panjang di antara makan dan belalang, kalimat tersebut akan
bermakna belalang juga yang
mati. Namun, kalimat tersebut
mengisyaratkan adanya dua peristiwa yang
tidak saling berhubungan atau
memengaruhi, yakni ketika ayam makan
ada peristiwa belalang mati. Lain
lagi bila kesenyapan diberikan
lebih panjang di antara belalang dan mati. Kalimat tersebut akan bermakna ayamlah yang
mati, yang mungkin disebabkan belalang. Data-data kebahasaan
di atas semuanya
berkaitan dengan masalah ujaran, yang mestinya adalah parole.
Kaidah gramatika yang merupakan langue tentu tidak dapat memecahkan persoalan
itu. Oleh karena itu, pendapat Saussure yang menegaskan bahwa
bahasa dapat diselidiki
secara ilmiah hanya bila wicara
diabaikan tidak sesuai lagi.
Berkaitan dengan istilah langue dan parole tersebut, ada
dua istilah yang sejalan dengan
keduanya, masing-masing adalah sphota dan dhvani.
Kedua istilah terakhir ini
dipakai dalam tradisi linguistik di India yang berkembang
pada abad ke-3 SM. Sphota adalah lembaga bahasa, sistem bahasa yang diwarisi bersama
dan hidup dalam pengetahuan seseorang. Sedangkan, dhvani mengacu kepada
realisasi individual seseorang berbahasa atau kemampuan seseorang
berbahasa (Parera, 1983: 77).
Dengan demikian, terlihat bahwa sphota
sama saja dengan langue dan
dhvani sama dengan parole.
Untuk
itu, patut dipertanyakan apakah ide
pemisahan bahasa sebagai konsep
dalam pikiran (langue) dan bahasa sebagai bentuk ujaran (parole) betul-betul
merupakan ide murni Saussure. Hal ini
tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara
nyata (barangkali hanya dapat dihipotesiskan) sebab Saussure telah tiada dan tidak pernah
mengungkapkan pengakuannya, tidak seperti yang telah dilakukan
oleh Chomsky dalam pengakuannya
bahwa paradigma linguistik yang
dikembangkannya kemudian diikuti banyak orang
diambil dari pikiran-pikiran Descartes, Juan Harte, Wilhelm von
Humbolt, dan Port Royal Grammar (Wahab, 1991:23).
Tentang
hal itu dapat saja terjadi bahwa
Saussure mengambil pikiran atau lebih halusnya terpengaruh Panini, atau
bisa jadi tidak keduanya, melainkan secara kebetulan keduanya berpikiran
sama, sebab secara
kebetulan memang tersedia
istilah-istilah yang berbeda dalam bahasa
Perancis untuk pengertian bahasa. Kemungkinan pertama bisa saja terjadi
bila ditelusuri sejarah perkembangan
linguistik saat itu dan perjalanan hidupnya. Linguistik
India mulai dilirik linguis Eropa sejak
Sir William Jones
menghubungkan antara sejarah linguistik dengan bandingan bahasa,
yang sebelumnya dikerjakan secara terpisah. Bukan hanya itu, ia mulai
memperkenalkan bahasa Sanskerta, yang
juga berakibat linguistik deskriptif menunjukkan kontak yang
erat dengan India kuno. Filippo
Sasseti pada abad ke-16
dalam Lingua Sanscruta telah menulis secara
menakjubkan hubungan antara kata-kata bahasa
Italia dengan Sanskerta. Persamaan
antara bahasa Sanskerta dengan
bahasa-bahasa Eropa telah pula
digambarkan oleh B. Schule (Jerman) dan Pere Coeurdoux (Prancis). Tahun 1803
sarjana Jerman F. von Schlegel telah
mulai mengembangkan studi bahasa
Sanskerta di Paris. Demikian juga adiknya, W. von Schlegel pada
tahun 1819. Di samping itu, juga telah
diketahui bahwa Saussure pada masa
studinya telah mendapat
pendidikan bahasa Sanskerta. Bahkan, kemudian ia
mengajar bahasa Sanskerta, Gothik,
Jerman Tinggi Kuno, serta linguistik komparatif Indo-Eropa
di Ecole Pratique des Hautes Etudes Universitas Paris.
Berdasarkan kenyataan tersebut, bisa
jadi Saussure mengambil atau terpengaruh buah pikiran Panini. Sayang
memang, hal ini belum pernah diungkapkan oleh para linguis.
Penyelidikan yang mendalam tampaknya perlu dilakukan untuk mengungkap tabir masalah ini.
b. Perbedaan
Langue dan Parole
Langue
|
Parole
|
Produk sosial dari kelompok sosial.
|
Individual, bervariasi, dan berubah-ubah.
|
Pasif
|
Aktif
|
Abstrak
|
Konkrit
|
2. KOMPETENSI DAN
PERFORMANSI
a. Pengertian
Kompetensi dan Performansi
Konsep Kompetensi dan Performansi dikemukakan oleh
Noam Chomsky. Kompetensi adalah pengetahuan penutur-pendengar mengenai bahasa
mereka. Sedangkan Performansi adalah aktualisasi bahasa.
Istilah kompetensi dan performansi
mulai populer ketika Chomsky menerbitkan bukunya yang berjudul Aspects of the
Theory of Syntax. Kompetensi mengacu pada pengetahuan dasar tentang suatu
sistem, peristiwa atau kenyataan. Kompetensi ini bersifat abstrak, tidak dapat
diamati, karena kompetensi terdapat dalam alam pikiran manusia. Yang dapat
diamati adalah gejala-gejala kompetensi yang tampak dari perilaku (kebahasaan)
manusia seperti berbicara, berjalan, menyanyi, menari dan sebagainya.
Dalam pengajaran, kita memiliki
asumsi bahwa pembelajar memproses kompetensi tertentu dan kompetensi ini dapat
diukur dan diteliti dengan cara mengamati performansi. Cara ini umumnya disebut
tes atau ujian. Dalam linguistik, kompetensi mengacu pada pengetahuan sistem
kebahasaan, kaidah-kaidah kebahasaan, kosakata, unsur-unsur kebahasaan, dan
bagaimana unsur-unsur itu dirangkaikan, sehingga dapat menjadi kalimat yang
memiliki arti. Performansi merupakan produksi secara nyata seperti berbicara,
menulis dan juga komprehensi seperti menyimak dan membaca pada
peristiwa-peristiwa ahli bahasa.
Kompetensi kebahasaan, merupakan
istilah yang dipopulerkan oleh Chomsky (1965). Dalam hal ini kompetensi mengacu
pada pengetahuan gramatika. Pembicara-pendengar yang ideal dalam suatu
masyarakat yang homogen mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah gramatika
bahasanya. Gramatika suatu bahasa berisi suatu deskripsi mengenai kompetensi
yang bersifat intrinsik pada diri pembicara-pendengar.
Kompetensi kebahasaan adalah
pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat abstrak, yang berisi pengetahuan
tentang kaidah, parameter atau prinsip-prinsip, serta konfigurasi-konfigurasi
sistem bahasa. Kompetensi kebahasaan merupakan pengetahuan gramatikal yang
berada dalam struktur mental di belakang bahasa. Kompetensi kebahasaan tidak
sama dengan pemakaian bahasa. Kompetensi kebahasaan bukanlah kemampuan untuk
menyusun dan memakai kalimat, melainkan pengetahuan tentang kaidah-kaidah atau
sistem kaidah. Dalam hal ini kita dapat memahami bahwa mengetahui pengetahuan
sistem kaidah belum tentu sama atau jangan disamakan dengan kemampuan
menggunakan kaidah bahasa tersebut dalam aktualisasi pemakaian bahasa pada
situasi konkret. Masalah bagaimana menggunakan bahasa dalam aktualisasi konkret
merupakan masalah performansi.
Di samping kompetensi kebahasaan,
Chomsky juga mengemukakan performansi kebahasaan. Dalam kenyataan yang aktual,
performansi itu tidak sepenuhnya mencerminkan kompetensi kebahasaan.
Dikemukakan oleh Chomsky bahwa dalam pemakaian bahasa secara konkret banyak
ditemukan penyimpangan kaidah, kekeliruan, namun semua itu masih dapat dipahami
oleh pembicara-pendengar karena mereka mempunyai kompetensi kebahasaan.
Berkaitan dengan kompetensi ini,
Chomsky mengemukakan konsep ‘keberterimaan’ dan konsep ‘kegramatikalan’.
Keberterimaan mengacu pada bentuk-bentuk tuturan yang benar-benar alamiah dan
dengan cepat dapat dipahami, tidak aneh, tidak asing dan tidak janggal.
Sedangkan kegramatikalan, mengacu pada bentuk-betuk tuturan yang apabila
dilihat dari kaidah kebahasaan yang bersangkutan tidak menyimpang. Masalah
keberterimaan berkaitan dengan performansi kebahasaan, sedangkan kegramatikalan
berkaitan dengan kompetensi kebahasaan. Pengertian kedua istilah tersebut tidak
boleh dicampuradukkan. Contoh pada kalimat berikut (1) dan (2) merupakan contoh
kalimat yang memiliki tingkat kegramatikalan dan keberterimaan yang tinggi,
sedangkan kalimat (3) dan (4) memiliki kegramatikalan yang rendah namun
keberterimaannya tinggi.
1. Bapak membaca surat
kabar di ruang tamu
2. Sopyan belajar dengan
sungguh-sungguh agar bisa lulus dalam ujian
3. …...Satu kilo gula,
tiga kilo tepung dan setengah kilo mentega bu……
4. …….Besok pagi jam
delapan dari stasiun Turi, dik!
A. Kompetensi
dan Performansi Bahasa
Pemisahan antara langue dan parole oleh de Saussure dilihat orang persamaan
dengan pandangan linguistic Amerika, Noan Chomsky dan para pengikutnya sekitar
tahun 1960-an. Chomsky memisahkan perilaku bahasa atas competence dan
performance. Competence (kompetensi) adalah pengetahuan pemakaian bahasa yang
ideal tentang kaidah gramatikal, sedangkan performance (performansi) adalah
realisasi nyata penetahuan penutur dalam tuturan, yang didalamnya tercakup
berbagai faktor sosial, fisik, dan kejiwaan (Kaseng, 1992: 90).
Kompetensi atau kemampuan diartikan sebagai pengetahuan yang dipunyai
pemakai bahasa tentang kaidah-kaidah bahasa. Pengetahuan ini diperoleh secara
tidak sadar (alamiah), secara diam-diam, secara intrisik, implisit, intuitif,
dan terbatas. (Palmaater dalam Tarigan, 1985: 11 dan Kaseng, 1991: 9).
Kompetensi merupakan informasi yang tersedia bagi pembicara asli yang lancer
berkenaan dengan bahasanya, sehingga memungkinkan dia megerti dan mengahsilkan
sejumlah kalimat yang belum pernah di dengar atau diucapkan sebelumnya,
membedakan antara kalimat yang meragukan dengan yng tidak meragukan yang bersinonim
dengan yang tidak bersinonim, yang gramatikal dan yang tidak gramatikal, dan
sebagainya. Kompetensi merupakan sistem kaidah yang abstrak dan terbatas yang
mendasari perilaku linguistik si pembicara yang memungkinkan ia menganalisis
serta mesistesikan secara tepat hubungan bunyi-arti sejumlah kalimat yang tidak
terbatas.
Performansi adalah pemakaian bahasa itu sendiri di dalam keadaan yang
sebenarnya. Dengan kata lain, performansi merupakan tutur yan aktual.
(Silitonga, 1976: 120 dalam Tarigan, 1985: 12 dan Kaseng, 1991: 9). Performansi
linguistik mengacu kepada proses-proses kognitif, kesadaran, dan pengertian
yang dipergunakan oleh seseorang di dalam penggunaan pengetahuan linguistiknya
secara aktual.
Performansi linguistik mengacu kepada proses-proses kognitif, kesadaran,
dan pengertian yang digunakan oleh seseorang dalam penggunaan pengetahuan
linguistiknyya secara aktual. Dengan kata lain, performansi linguistik menunjuk
kepada perangkat keterampilan dan strategi yang dipergunakan oleh si pemakai
bahasa sebaik dia menerapkan kemampuan lingustiknya di dalam produksi dn
komprehensif kalimat-kalimat yang sesungguhnya di dalam pembentukan serta
pemahaman kalimat-kalimat yang sesungguhnya. (Cairns dan Cairin, 1967 dalam
Tarigan, 1985: 12).
B. Aspek-aspek
yang terkait dengan ilmu bahasa
Chomsky mengatakan bahwa performansi adalah teori penggunaan bahasa yang
tidak termasuk ke dalam teori linguistik dalam pengertian yang lebih sempit,
namun cenderung kepada suatu cabang khusus psikologi. Walaupun tidak dapat
disangkal akan ketergantungannya pada teori linguistic, yang dikaji atau
diteliti secara khusus adalah mekanisme-mekanisme psikologi yang menentuka
aplikasi atau penerapan kompetensi linguistic. Oleh karena itu, pada utaian
berikut ini hanya akan dijelaskan secara rinci aspek-aspek kompetensi yang
terksit dengan ilmu bahasa.
a. Sistem Bunyi
(Fonologi)
Bahagian kompetensi seseorang yang berkenaan dengan fonologi bahasa.
Apabila anda mendengarkan atau mencoba mempelajari sebuah bahasa asing, anda
akan menyadari bahwa bahasa tersebut memiliki bunyi yang tidak terdapat dalam
bahasa anda. Contoh, dalam bahasa Arab terdapat bunyi asing, seperti: ……; dalam
bahasa Inggris: [ph], [th]; dalam bahasa Belanda: [x],
[ui], bahasa Jawa: [t], [d]; dalam bahasa Jerman: [u], [8].
Akan anda kenali juga bahwa terdapat rangakaian bunyi bahasa yang posisinya
berbeda dengan bahasa Anda. Nama-nama seperti Ptah dan Ptolemi
bagi orang Indonesia akan cenderung membuang (p) atau menyisipkan sebuah vokal
(e) antara p dan t. Kata-kata Indonesia seperti makan dan jangan
oleh orang Bugis dan orang Makassar akan terealisasi dalam ucapan dengan
mengganti (n) dengan (ng).
b. Morfologi
Pembicaraan terdiri atas tuturan yang tidak terputus, sering tidak dapat
dikenali batas-batas fisik antara satu kata dengan kata lain. Akan tetapi, kita
dapat menguraikan tuturan dalam deretan kata-kata tanpa mengalami kesulitan.
Dalam contoh-contoh di bawah ini (dalam bahasa Inggris dan bahasa Navako), kita
dapat menguraikan (a) menjadi (b), tetapi tidak ada penutur bahasa Inggris akan
menguraikan menjadi (c). Selanjutnya, perhatian kalimat bahasa Navako (d) yang
berarti sama dengan kalimat bahasa Inggris, tetapi menguraikan kalimat (d)
adalah susah bagi penutur bahasa Navako.
1. Hewenttotownonhhishorse
2. He went to town on his horse
3. *hew entot ow nonh is hor se
c. Sintaksis
Dalam kalimat-kalimat berikut akan dibedakan kalimat yang tersusun secara
benar, yakni kalimat gramatikal yang berdiri sejajar dengan kalimat yang tidak gramatikal.
1) Kehadiran
mereka saya Anda
2) Kehadiran
Anda saya meminta
3) Saya meminta
kehadiran Anda.
Hanya
kalimat (3) yang gramatikal, kalimat (1) adalah kata yang tersusun tanpa
aturan, kalimat (2) menyalahi kaidah bentuk kata kerja, yang seharusnya saya
minta.
Perlu pula dibedakan antara kalimat yang gramatikal, yaitu yang tersusun
secara baik secara struktur dan kalimat yang tersususn baik secara semantik.
Jika kita perhatikan kalimat-kalimat berikut, maka :
4) Ia berdiri
sambil minum kopi
5) Ia minum
kopi sambil berdiri
Kalimat (4)
tersusun secara gramatikal, tetapi secara semantik agak janggal; kalimat (5)
tersusun secara baik dilihat dari struktur dan semantik.
d. Semantik
Bagian kompetensi linguistik seseorang adalah kesaggupan menentukan makna.
Dengan kompetensi tersebut, orang dapat menentukan kalimat-kalimat mana yang
memiliki lebih dari satu pengertian. Contoh :
1) Menteri
Agama mengumumkan keselamatan jemaah haji di tanah suci.
2) Penemuan
misterrius penjahat itu menjadi buah mulut masyarakat beberapa tahun lalu
3) Isteri
tukang becak yang nakal itu sudah pergi
4) Kuda itu
sudah siap untuk naik gunung.
Dengan kompetensi linguistik itu pula, orang dapat mengetahui bahwa
kalimat-kalimat yeng berbeda bentuk kata atau struktur yang menunjukkan hal
yang sama. Contoh :
1) a. Ahmad
seorang pemuda belum kawin
b. Ahmad
seorang bujangan.
2) a. Guru
mengantar murid ke pabrik semen Tonasa
b. Murid
diantar guru ke pabrik semen Tonasa.
e. Penggunaan Bahasa
Kemampuan membedakan jenis-jeis ujaran yang sesuai dengan situasi, lawan
bicara, dan tempat pembicaraan termasuk pula bagian kompetensi bahasa.
C. Struktur
batin dan struktur lahir
Menurut Chomsky, dalam setiap pemerian sintaksis, struktur sintaksis kalimat
yang teramati (surface structure=struktur lahir) seharusnyalah dihubungkan
dengan struktur yang lebih abstrak, yaitu disebut deep structure (struktur
batin). Perbedaan antara kedua kalimat mengandung kalimat-kalimat lain sebagai
bagian struktur internnya. Kita ambil contoh berikut ini :
1. The man bit the dog
2. The dog was bitten by the man
3. The dog bit the man
Getar intuisinya mengatakan kepada para penutur bahasa Inggris bahwa
kalimat (1) sama dengan kalimat (2) dan tidak sama dengan kalimat (3), walaupun
(1) dan (3) mempunyai struktur lahir yang sama. Dengan demikian, kita katakan
bahwa (1) dan (2) berstruktur lahir yang berbeda, tetapi berstruktur batin yang
sama. Sedangkan (1) dan (3) ber-surface structure yang sama, tetapi ber-deep
structure yang berbeda. Penutur bahasa Inggris pun merasakan bahwa:
4. Visiting friends can be a bore
Mempunyai satu surface structure, tetapi memiliki deep structure.
Kalimat (4) bisa berarti :
- Mengunjungi teman bisa membosankan
- Teman-teman yang berkunjung bisa
membosankan.
Singkatnya, kalimat (4) itu ambiguitas (berdwiarti). Selanjutnya kita kaji
kedua kalimat berikut ini:
5. Friendly young dogs seem harmless
6. Furiously sleep ideas green
colourless
Kedua
kalimat di atas, urutan katanya megikuti pola kalimat yang sama, tetapi hanya
nomor (5) yang gramatik. Para penutur akan merasa bahwa kalimat (6) itu tidak
masuk akal.
Setelah
menekuni kalimat (1) sampai dengan (6), kita melihat bahwa surface
adalah aspek dari pemberian bahasa yang menentukan bentuk fonetik dari kalimat,
sedangkan deep structure menentukan interpretasi semantiknya. Hubungan
antara deep structure dan surface structure ini diatur oleh
aturan-aturan grammar, yang disebut grammatical transformation
(transformasi gramatik). Aturan-aturan grammar demi kin menurut Chomsky, harus
eksplisit. Dalam pengertian bahwa aturan-aturan itu secara otomatis
menghasilkan kalimat-kalimat dan memberikan ukuran gramatik. Dua aspek utama
dari teori ini (1) aturan-aturan transformasi dan deep structure menjadi
surface structure dan (2) aturan-aturan yang eksplisit dan generative
bisa menjadi rujukan dalam bahasa transformational generative grammar
(Alwasilah, 1985: 127-128).
Sejalan
dengan uraian di atas, Kridalaksana (1993) mendefinisikan kedua paradigma di
atas sebagai berikut : Struktur batin (deep structure; deep grammar;
underlying structure), adalah :
Struktur
batin (deep structure; deep grammar; underlying structure). TG. 1.
Output dari kaidah struktur frase dan leksikon dan input pada transformasi dan
komponen semantik; 2. Struktur yang dianggap mendasari kalimat atau kelompok
kata, yang mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi
sintaksis dan semantis kalimat, yang tidak nyata secara langsung dari deret
linear kalimat atau kelompok kata itu, misalnya, meja kayu dan meja kantor
mempunyai kesamaan dan struktur lahir, tetapi berbeda dalam struktur batinnya,
yang pertama menyatakan “asal”, yang kedua berarti “kepunyaan”, “untuk”, dan
sebagainya.
Struktur
lahir (surface structure) 1. Hubungan gramatikal antara kata-kata dalam
frasa atau kalimat yang konkret, misalnya meja kayu dan meja kantor mempunyai
struktur lahir yang sama yaitu N+N, tetapi mempunyai struktur batin yang
berlainan; 2. Urutan linear bunyi, kata, frase, dan klausa yang merincikan apa
yang diujarkan; 3. Output dari transformasi dan menjadi input pada komponen
fonologi (Kridalaksana, 1993: 203).
D. Perbedaan
kompetensi dan performansi bahasa
Aturan atau
susunan keterampilan-keterampilan psikologis ini membangun dasar performansi
linguistik, sedangkan sistem kaidah-kaidah bahasa seseorang yang telah dijiwai
itu membangun kompetensi linguistik.
Pada saat
konsep kompetensi dan performansi linguistik pertama kali dirumuskan dalam
linguistik generative, maka kompetensi linguistik dipandang sebagai sejenis
idaman Plato (a kind of Platonic ideal) yang akan melukiskan semua dan hanya
kalimat ketatabahasaan yang sempurna dari suatu bahasa.
Performansi linguistik
dibayangkan sebagai sejenis lapisan atas (hamparan) kesalahan manusia yang
menghasilkan kalimat-kalimat yang kurang ideal yang disebabkan oleh
ketidaksempurnaan organism manusia. Jadi ujaran sesungguhnya, yang terdiri atas
permulaan-permulaan yang salah, kalimat-kalimat yang disempurnakan secara tidak
tepat, dan fragmen-fragmen kalimat dianggap sebagai yang dihasilkan oleh suatu
kompetensi yang benar-benar murni, yang dinodai oleh ketidaksempurnaan system
performansi manusia sebagai pembatasan-pembatasan di dalam jangkauan ingatan,
serta kelembaban alat-alat suara.
Dengan demikian, suatu teori kompetensi linguistik memberi ciri pada
sifat-sifat struktur umum kalimat-kalimat; tetapi tidak membiarkan pada teori
performansi linguistic suatu karakterisasi mekanisme-mekanisme yang
dipergunakan sesungguhnya sebagai alat untuk menghasilkan, merasakan serta
memahami kalimat-kalimat tersebut. (Cairns and Cairns, 1976 : 37-39)
b. Faktor yang
Mempengaruhi Kompetensi dan Performansi
·
Fisik: cacat pada alat bahasa
·
Psikologis: keadaan jiwa
·
Lingkungan: kebiasaan berbahasa akibat latar belakang budaya
3. STRUKTUR DALAM
DAN STRUKTUR PERMUKAAN
Sama halnya dengan
Kompetensi dan Performansi, Struktur Dalam dan Struktur Luar juga dikemukakan
oleh Noam Chomsky. Struktur dalam (deep structure) merupakan struktur yang
dianggap mendasari kalimat dan mengandung semua informasi yang diperlukan untuk
interpretasi sintaksis dan semantiknya. Sedangkan Struktur luar (surface
structure) adalah struktur yang tampak dalam tuturan nyata yang menggambarkan
urutan bunyi, kata, frasa, kalimat.
Struktur
Dalam disebut juga struktur batin (deep structure, deep grammar, underlying
structure)Struktur yang mendasari kalimat untuk memaknai kata secara tidak
langsung dari unsur kata yang membentuknya, misalnya:
“Meja
kayu” dan “Meja kantor” berstruktur lahir sama, tetapi memiliki makna berbeda.
Meja kayu menyatakan asal sedangkan meja kantor menyatakan milik.
Struktur
Permukaan disebut srtuktur lahir (surface structure) hubungan gramatikal antara
kata-kata dalam frase atau kalimat yang konkret, misalnya Meja kayu dan Meja
kantor memunyai struktur lahir yang sama yaitu N+N.
4.
STRUKTUR DAN FUNGSI
Struktur ialah organisasi unsur bahasa yang bersifat ekstrinsik, bersifat abstrak, dan bersifat intuitif; pola bermakna dari unsur bahasaMisalnya kalimat,Pemerintah melaksanakan kebijakan baru. S P O Berstruktur Subjek-Predikat-objek. Fungsi ialah peran unsur bagian kalimat yang lebih luas, misalnya : Pemerintah melaksanakan kebijakan baru. Berfungsi : Nomina -Verba -Nomina Pemerintah melaksanakan kebijakan baru.Setara: S P O Fungsi: N V N
Struktur ialah organisasi unsur bahasa yang bersifat ekstrinsik, bersifat abstrak, dan bersifat intuitif; pola bermakna dari unsur bahasaMisalnya kalimat,Pemerintah melaksanakan kebijakan baru. S P O Berstruktur Subjek-Predikat-objek. Fungsi ialah peran unsur bagian kalimat yang lebih luas, misalnya : Pemerintah melaksanakan kebijakan baru. Berfungsi : Nomina -Verba -Nomina Pemerintah melaksanakan kebijakan baru.Setara: S P O Fungsi: N V N
DAFTAR
PUSTAKA
de
Saussure, Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. (Terjemahan Hidayat,
Rahayu S.) Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press.
Kridalaksana, Harimurti. 1988.
"Mongin-Ferdinand de Saussure (1857-1913)
Bapak Linguistik Modern dan Pelopor
Strukturalisme". Dalam de
Saussure, Ferdinand. 1988. Pengantar
Linguistik Umum.
(Terjemahan Hidayat, Rahayu
S.) Yogyakarta: Gajah Mada Univ.
Press.
Parera, Jos Daniel. 1983. Pengantar
Linguistik Umum: Kisah Zaman. Ende: Nusa Indah.
Sampson, Geoffrey. 1980. Schools of
Linguistics. Stanford: Stanford Univ. Press.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran
Linguistik Abad XX. Jakarta: P2LPTK.
Verhaar,
J.W.M. 1977. Pengantar
Linguistik. Yogyakarta: Gajah
Mada Univ. Press.
Wahab, Abdul. 1990. Butir-Butir Linguistik. Surabaya: Airlangga Univ.
Press.
Wahab, Abdul. 1991. Isu
Linguistik: Pengajaran
Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga
Univ. Press.
Wardihan, A.P,
Baharman. 2011. “Pengantar Linguistik”. Makassar: Badan Penerbit UNM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar