Kamis, 02 Februari 2017

Makalah Sejarah Linguistik



 LINGUISTIK UMUM
SEJARAH LINGUISTIK
Disusun untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah
Linguistik Umum

Dosen Pengampu : Noor Cahaya, M.Pd
Disusun oleh :
Devi Lestari (1610116320006) A-2


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016
 
Sejarah Ilmu Linguistik
Ilmu linguistik sering juga disebut linguistik umum (general linguistic). Artinya, ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja seperti bahasa Jawa atau bahasa Arab,  melainkan pengajian seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia. Dalam bahasa Indonesia kata linguistik bukan hanya berarti ilmu tentang bahasa, tetapi juga berarti bahasa itu sendiri atau mengenai  bahasa.
Sebagai ilmu, linguistik juga sudah mempunyai sejarah yang panjang. Pada dasarnya setiap ilmu termasuk juga ilmu linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu dari tahap pertama yang disebut tahap spekulasi, tahap kedua disebut tahap observasi dan klasifikasi, dan tahap ketiga disebut tahap perumusan teori.
Pada tahap spekulasi, pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Penyelidikan yang bersifat ilmiah baru dilakukan orang pada tahap ketiga, dinamakan bahasa yang diteliti itu bukan hanya diamati dan diklasifikasi tetapi juga dibuatkan oleh teorinya.
Dalam sejarah perkembangannya, linguistik penuh dengan berbagai aliran, paham, pendekatan, dan teknik penyelidikan. Dalam perkembangannya, mulai dari zaman Yunani sampai istilahnya linguistik modern banyak terjadi pertentangan para linguis mengenai studi bahasa. Masing-masing zaman muncul beberapa tokoh yang mempunyai peranan besar dalam studi bahasa tersebut.
Ferdinand de Saussure (1857-1913) adalah bapak Linguistik Modern yang mengarang Course de Linguistique Generale. Dalam buku tersebut tersimpul empat gagasan penting sebagai berikut:
1.      Bahasa dapat ditelaah secara sinkronik, yaitu diteliti berdasarkan kurun waktu penggunaannya pada zaman tertentu, dan juga diakronik yaitu penelitian pada sebuah bahasa yang diteliti dari sejarah penggunannya hingga masa kini.
2.      Perbedaan mengenai Langue dan Parole. Langue adalah keseluruhan sistem tanda bersifat abstrak yang digunakan sebagai alat komunikasi verbal antar manusia. Sedangkan parole adalah realisasi dari langue, sifatnya konkrit dan dapat diamati.
3.      Bahasa mengandung sistem tanda linguistik yang bernama signifiant dan signifie. Signifiant adalah kesan bunyi yang timbul dalam benak manusia, sedangkan signifie kesan makna yang merujuk pada objek yang dimaksud.
4.      Elemen bahasa seperti fonem, morfologi, dan sintaksis memiliki hubungan yang dinamakan Sintagmatik dan Paradigmatik.
Bersamaan dengan perjalanan Ferdinand de Saussure, perkembangan ilmu fonologi pun berkembang berkat Aliran Praha pada tahun 1926 yang terdiri  dari para tokoh linguistik bernama Vilem Mathesius, Nikolai S. Trubetskoy, Roman Jakobson, dan Morris Halle. Dalam perkembangan fonologi, mereka membedakan dengan tegas fonetik dan fonologi.
1. Periode awal
a. India
Di India orang mempelajari bahasa untuk kepentingan ritual, membaca kitab weda. Bahasa yang terdapat pada kitab weda adalah bahasa sansekerta. Panini adalah seorang sarjana Hindu yang memerikan struktur bahasa sansekerta dalam bukunya, Astdhyasi. Ia beranggapan bahwa mempelajari tata bahasa sansekerta itu penting agar hikmah dalam kitab weda tetap terjaga, doa menjadi kabul.
b. Yunani
Kalau orang India lebih memperhatikan dengan teliti tentang peristiwa-peristiwa bahasa dan menguraikan dan menyusunnya secara teratur serta mendalam, berbeda dengan Yunani. Yunani lebih mempersoalkan mengapa terjadi peristiwa tersebut. Hal ini disebabkan oleh latar belakang bidang yang mempengaruhinya, yaitu filosof, yang bertitik tolak pada filsafat (hakikat sesuatu, tentang kebenaran, asal mula).
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan pada masa ini, yaitu fisis dan nomos, analogi dan anomali. Bahasa bersifat fisis atau alami karena memiliki hubungan asal-usul, adanya hubungan antara kata dengan benda. Misalnya, Tokek (memiliki hubungan dengan bunyi), supan-supan (tanaman yang menutup ketika disentuh, udang baah (udang yang hanya ada ketika air pasang, baah). Kelompok yang menganut paham ini adalah kaum naturalis.
Bahasa bersifat nomos (konvensi) menutur kaum konvensional menyebutkan bahwa bahasa memiliki makna yang diperoleh dari kebiasaan atau tradisi yang kemungkinan dapat berubah. Sebagian besar konsep benda, sifat, dan keadaannya yang sama diungkapkan dalam kata yang berbeda, misal buku, lantai, dan lain-lain.
Analogi (teratur), misalnya regular verbs, pemajemukan è book:books
Anomali (tidak teratur), misalnya irregular verbs è child:children, write: wrote
Tokoh-tokoh Yunani antara lain Plato yang mempersoalkan hubungan antara lambang dan acuan. Ia membagi kelas kata atas onoma dan rhema. Aristoteles menganggap bahwa lambang dan acuan memiliki hubungan konvensional. Ia membagi kelas kata atas nomen, verbum, syndesmoi, arthon. Sedangkan kaum Alexandrian membagi kelas kata menjadi onoma (kata benda), rhema (kata kerja), motosche (partikel), arthon (kata sandang), antonymia (kata ganti), prothesis (kata depan), epirrthema (kata keterangan), dan syndesmoi (kata sambung).
c. Masa Romawi
Salah satu tokoh yang terkenal di masa Romawi adalah Varro yang membuat buku berjudul De Lingua Latina. Buku tersebut membahas etimologi (ilmu yang mempelajari asal mula kata), morfologi (kata benda, kata kerja, partisipel, adverbium). Selain itu, Priscia juga telah membuat tata bahasa priscia yang membahas fonologi (bunyi dan penggambarannya), morfologi (diksià kelas kata), dan sintaksis (gramatika).
Kaum alexandrian menganut paham analogi dalam studi bahasa, dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang bisebut tata bahasa dionysius thrax. Buku itu sering disebut tata bahasa tradisonal. Jadi cikal bakal tata bahasa tradisonal berasal dari buku dionysius thrax.
d. Masa Pertengahan
Pada masa pertengahan, bahasa Latin dianggap sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Pada masa ini terdapat Kaum Stoik yang masih mempersoalkan lambang dan acuan (fisis, nomos, analogi dan anomali). Mereka menghasilkan Tata bahasa spekulativa yang beranggapan bahwa semua bahasa memiliki kata untuk konsep yang sama, dan semua bahasa akan menyatakan kesamaan jenis kata dan kategori gramatikal yang lainnya.
1.)      Peranan Kaum Modistae
Masih membicarakan pertentang fisis dan nomos dan pertentangan antara analogi dan anomali. Mereka menerima konsep analogi karena menurut mereka bahasa itu bersifat leguler dan bersifat unversal.
2.)      Tata Bahasa Spekulativa
Menurut tata bahasa spektulativa kata tidak secara langsung  mewakili alam dari benda yang ditunjuk. Kata hanya mewakili hal adanya benda itu dalam berbagai cara, modus, substansi, aksi, kualitas, dan sebagainya.
3.)      Perus Hispanus
Perannya dalam linguistik :
a.    Memasukkan psikologi dalam analisis makna bahasa. Membedakan antara signifikasi utama dan konsignifikasi yaitu pembedaan pengertian pada bentuk akar dan pengertian yang dikandung oleh imbuhan-imbuhan.
b.    Membedakan nomen atas dan macam, yaitu nomen substan tivum dan nomen adjectivum.
c.     Membedakan partes dan orationes categoremetik dan syntategorematik
e. Masa Renaissance
Pada masa ini sudah banyak penguasaan terhadap bahasa Latin, Yunani, Ibrani, dan Arab. Kajian sudah menitikberatkan bahasa dari segi pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan perbandingan.
Dianggap sebagai zaman pembukaan abad  pemikiran abad modern. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman renaisans yang menonjol :
1.)      Penguasaan bahasa oleh sarjana-sarjana pada waktu itu (Latin, Yunani, Ibrani, Arab).
2.)      Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan juga perbandingan.
Bahasa Ibrani dan bahasa Arab banyak di pelajari orang pada akhir abad pertengahan. Kedua bahasa itu diakui resmi pada akhir abad ke-14 di Universitas Paris. Linguistik Arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa Kitab Suci agama Islam, yaitu Al-Qur’an, yang menurut pendapat kebanyakan Ulama Islam tidak boleh di terjemahkan ke dalam bahasa lain.
Ada 2 aliran Linguistik Arab:
1.)      Aliran Basra (mendapat pengaruh konsep dari zaman Yunani) sehingga mengacu pada kereguleran dan kestatisan bahasa. Ad-Duali menjadi pelopor aliran bahasa Bashrah. Meski demikian, banyak peneliti yang menyebut bahwa Al-Khalil bin Ahmad adalah pendiri sintaksis Arab. Usaha Al-Khalil inilah yang kemudian dipakai Sibawaih dalam merumuskan sintaksis tradisional.
2.)      Aliran Kufah (menganut paham anomali) mengacu pada keanekaragaman bahasa. Didirikan oleh Abu Ja’far Al-Ru’asih yang merupakan murid dari Isa bin Umar dan Abu Amr bin A’la. Tokoh terpenting dalam aliran ini adalah al-Kisa’i(189 H) dan al-Farra’ (206 H)
Tokoh Arab Sibawaihi, dalam bukunya Al-‘Ayn, membagi kata menjadi : ismun (nomen), fi’lun (verbum), harfun (partikel). Sementara itu, disisi lain, bahasa Eropa, serta bahasa diluar Eropa, lingua franca (bahasa antarbangsa) digunakan untuk kegiatan politik, perdagangan dan sebagainya.
Selain 2 aliran  besar ini mencul pula aliran Baghdad yang berusaha menengahi antara 2 kubu dan memilih pendapat yang terbaik diantara keduanya. Aliran Baghdad dipelopori oleh Ibn Kaisan (299 H) danal-Zajjaji (337 H) dan Abu Ali al-Fasi.
2. Periode Perkembangan
Pada periode ini ilmu perbandingan bahasa mencapai puncaknya. misalnya pengkajian terhadap bahasa dilakukan untuk kepentingan agama kristen. Hal ini dilatarbelakangi oleh terpecahnya kristen menjadi kristen katolik dan protestan. Adanya krisis keuangan menyebabkan gereja pada saat itu menerbitkan surat pengampunan dosa yang kemudian ditentang. Akibatnya, kitab injil menjadi berbeda, injil yang dibawa ke Eropa Timur dan injil yang dibawa dari Ibrani juga berubah. Dari perubahan ini muncullah keinginan untuk mempelajari tata bahasanya yang kemudian dilakukan penelitian dalam bentuk historis komparatif (Perbandingan dua bahasa atau lebih pada periode waktu yang berbeda.).
Pada abad kedelapan belas perhatian mulai diarahkan kepada bahasa-bahasa di luar Eropa. Pengumpulan bahasa secara besar-besaran oleh misionaris. G.W. Leibnitz adalah salah satu tokoh yang membahas kekeluargaan bahasa. Sedangkan Sir William Jones membandingkan bahasa Sansekerta, bahasa Yunani, dan bahasa Latin.
Pada abad kesembilanbelas perhatian terhadap perbandingan bahasa dan pengotonomian bahasa sebagai ilmu. Para pemikir tidak hanya membaca dan membandingkan teks, melainkan mulai mempersoalkan asal usul bahasa. Tokoh pada masa ini adalah E.B. Condillac yang membahas asal mula bahasa berpangkal pada bunyi-bunyi alamiah dalam bentuk teriakan akibat emosi. J.G. Herder menganggap bahasa berasal dari nyanyian yang terbentuk dari bunyi-bunyi langsung dan tidak langsung di sekitarnya. (peniruan bunyi). Sedangkan Wilhelm von Humboldt menganggap bahasa tidak terjadi karena sangat diperlukan. Kata-kata timbul tidak didahului dengan suara, melainkan dari adanya keinginan manusia itu sendiri.
3. Periode Pembaharuan
Dimulai setelah perang dunia pertama ilmu bahasa mengalami perubahan. Bunyi bahasa juga dipengaruhi dari buku Ferdinand de Saussure, seorang ahli bahasa, Nikolai S. Trabetakoy (1890-1983), mengadakan penyelidikan mendalam. Bunyi (p) pada awal kata para dengan bunyi-bunyi pada kata tara, cara, kara, bara, dara, jara dan mara, dapat dikatakan bahwa bunyi (p) dalam kara, para mempunyai fungsi membedakan kata.  Bunyi-bunyi semacam ini disebut Fonem. Prinsip-prinsip Madzhab disajikan kepada dunia ilmu bahasa pada Kongres Bahasa pertama di den Haag tahun 1928.
Perkembangan linguistik struktural di Amerika dipelopori oleh Franz Boas, Edward Sapir, dan Leonard Bloomfield. Boas dan Sapir lebih berorientasikan pada Antropologi, sedangkan Bloomfield pada keinginan untuk “mengilmiahkan” linguistik atau bahasa. Tiga ahli bahasa Amerika disebut sebagai pemula kegiatan penyelidikan bahasa sebelum terbitnya sintantic structure ialah Franz Boas, Edward Sapir, dan Leonard Blomfield.
Ahli bahasa di Amerika Serikat banyak bejasa dalam menyebar luaskan prinsip-prinsip dan metode yang dihubungkan dengan nama “strukturalisme Amerika” ialah Leonard Bloomfield (1887-1949). Tahun 1914 Bloomfield menerbitkan buku An Intriduction to Linguistique Science.
Bloomfield menyatakan pandangan, yaitu “rangsangan dan tanggapan” dinyatakan dengan formula R   t. . .r   T. Suatu rangsangan praktiks (R) menyebab seseorang.
Periode pembaruan ditandai dengan ketidak puasan pendekatan tradisional, tokoh-tokoh seperti: NS  Trubetzkoy, Roman Jokobsin, sebagai peletak awal teori struktural, kemudian dilanjutkan oleh ahli-ahli lain Franz Boas, Edward Sapir, Ferdinand de saussure, Kennenth L. Pike, Bloomfield, Hockett, Gleason, Hills, M. Joas, Chomsky, McCawley, Lakoff, Fillmore.
a. Ferdinand De Saussure
Ferdinand De Saussure adalah Bapak Linguistik Modern karena bahasa telah dikaji secara otonom, pengkajiannya bersifat deskriptif, menggunakan telaah sinkronik (menyelidiki bahasa pada waktu tertentu tanpa membandingkan bahasa dengan bahasa yang lain, dan tanpa membandingkan periode waktunya dengan periode waktu yang lain.).
Konsep yang dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure adalah telaah sinkronik dan diakronik, perbedaan Langue dan Parole, perbedaan signifiant dan signifie, dan hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
Telaah sinkronis menyelidiki bahasa pada waktu tertentu tanpa membandingkan bahasa dengan bahasa yang lain, dan tanpa membandingkan periode waktunya dengan periode waktu yang lain. Sifatnya horizontal, mendatar. Misalnya, penelitian terhadap bahasa Gorontalo pada masa pendudukan Jepang. Telaah diakronis menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa. Sifatnya vertikal. Misalnya, penelitian terhadap bahasa Gorontalo sejak mula adanya sampai sekarang.
Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara anggota masyarakat bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan parole merupakan realisasi dari langue, sifatnya konkrit.
Signifian adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna. Signe adalah kata.
Sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam tuturan yang berurutan, linear. Sedangkan paradigmatik merupakan hubungan anatara unsur-unsur yang terdapat dalam tuturan dengan unsur-unsur sejenis.
b. Leonard Bloomfield
Leonard Bloomfield merupakan Bapak linguistik struktural karena pengkajiannya seputar struktur bahasa. Ia tidak mengkaji makna. Makna hanya dianggap sebagai sampingan, periferal. Menurut Leonard Blooomfield setiap bahasa mempunyai struktur. Setiap struktur terdiri atas unsur-unsur yang merupakan bagian dari unsur yang lebih tinggi/besar. Oleh karena itu, harus dicari pendekatan untuk menganalisis strukturnya, misalnya dengan segmentasi.
c. Noam Chomsky
1.    Tata bahasa transformasi
2.    Kompetensi dan performansi
3.    Struktur dalam dan struktur luar

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Abd. Syukur Ibrahim, dkk. 1985. Aliran-Aliran Linguistik. Surabaya. Usaha Nasional
Hidayatullah, Moch. Syarif.2012. Cakrawala Lingistik Arab. Tanggerang Selatan. Al-kitabah.



Makalah Dikotomi



BERBAGAI DIKOTOMI ISTILAH POKOK DALAM KAJIAN LINGUISTIK


Dosen Pengampu : Noor Cahaya, M.Pd

Disusun oleh :
Devi Lestari (1610116320006) A-2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016
 
BERBAGAI DIKOTOMI ISTILAH POKOK DALAM LINGUISTIK
·         Langue vs Parole
·         Kompetensi vs Performansi
·         Struktur Dalam vs Struktur Permukaan

1. LANGUE DAN PAROLE
a. Pengertian Langue dan Parole
Terdapat  tiga  kata di dalam  bahasa  Perancis  yang mengungkapkan  pengertian bahasa, yakni  langage,  langue, dan  parole. Meskipun demikian, ketiganya  cukup  berbeda, sehingga Saussure memanfaatkan ketiganya untuk mengungkapkan aspek-aspek bahasa. Perbedaan yang ada pada  ketiganya memungkinkan  Saussure  mendeskripsikan   bahasa   sebagai benda atau objek yang dapat diteliti secara ilmiah.
Langue  merupakan produk masyarakat dari langage  dan suatu  himpunan  konvensi yang perlu, yang  diterima  oleh seluruh masyarakat yang memungkinkan berfungsinya  langage pada  diri  individu. Dilihat secara  keseluruhan,  langage adalah multibentuk, hiteroklit, dan psikis. Langage  merupakan bagian dari bidang individu dan bidang sosial,  yang tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori fakta  kemanusiaan  mana  pun karena tidak tahu  bagaimana  menonjolkan keutuhannya. Langue, sebaliknya, merupakan suatu  keutuhan dan suatu prinsip klasifikasi (Saussure, 1988:75).
Untuk  menempatkan  langue di  tempat  pertama  dalam kajian  langage,  dapat  dipertahankan  argumen   berikut: kemampuan (alami atau tidak) untuk mengartikulasikan kata-kata hanya mungkin dengan bantuan alat yang diciptakan dan disediakan  oleh kelompok. Jadi, bukan  angan-angan  untuk mengatakan bahwa languelah yang merupakan satuan langage. Langue  bukan  kegiatan  penutur.  Langue   merupakan produk  yang  direkam individu secara  pasif.  Sebaliknya, parole  adalah  suatu tindak individual dari  kemauan  dan kecerdasan.  Dalam  tindak ini perlu  dibedakan  kombinasi kode-kode bahasa yang digunakan penutur untuk  mengungkapkan  gagasan pribadi dan mekanisme psikis-fisik  yang  memungkinnya  mengungkapkan  kombinasi-kombinasi   tersebut. Pemisahan  langue  dari parole berarti  pemisahan  apa-apa yang  sosial dari yang individual dan apa-apa  yang  pokok dari  yang tambahan dan kurang lebih  bersifat  kebetulan. Seseorang  akan dapat mendengarkan orang berbicara  langue yang  tidak dikenalnya. Dia memang menangkap  bunyi-bunyi, tetapi  karena tidak paham, dia berada di  luar  peristiwa sosial.
Langue hadir secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak, kira-kira  seperti sebuah  kamus yang setiap eksemplarnya identik, yang  akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue adalah  sesuatu yang  ada  pada  setiap individu sama  bagi  semuanya  dan berada  di luar kemampuan penyimpannya.  Kehadiran  langue dapat diungkapkan dengan rumus (l+l+l+l+...= I).
Dengan cara bagaimana parole hadir dalam kolektivitas yang  sama?  Parole adalah apa yang dituturkan  orang  dan mengandung  kombinasi  individual, yang  tidak  tergantung dari  kemauan mereka yang menuturkannya dan tindak  pembunyian yang juga suka rela. Jadi, tidak ada kolektivitas di dalam  parole.  Parole tidak lebih dan tidak  kurang  dari penjumlahan  kasus-kasus  khusus  menurut  rumus   sebagai berikut: (l+l'+l''+l'''+...).
Lebih  jauh  Saussure (1988:81)  mengungkapkan  bahwa langue  merupakan objek yang dapat diteliti secara  terpisah. Sebagai objek, langue sifatnya konkret. Hal ini sangat menguntungkan pengajiannya. Lambang-lambang bahasa,  yang pada dasarnya bersifat psikis, tidak merupakan  abstraksi. Asosiasi  yang  diterima oleh persetujuan  kolektif,  yang seluruhnya membentuk langue, adalah realita yang  berkedudukan  di  dalam otak. Dengan kata  lain,  lambang-lambang bahasa dapat dianggap sesuatu yang konkret.
Berdasarkan  uraian di atas dapat  disimpulkan  bahwa parole  adalah  keseluruhan apa yang  diujarkan  seseorang yang bersifat individual. Dengan kata lain, parole merupakan manifestasi bahasa individual. Dengan demikian, parole bukanlah  fakta  sosial sebab seluruhnya  merupakan  hasil individu.  Fakta sosial harus meliputi seluruh  masyarakat dan tidak memberi pilihan pada individu.
Langage  oleh Saussure diungkapkan  sebagai  gabungan parole  dengan  kaidah bahasa. Meskipun  meliputi  seluruh masyarakat,  langage  tidak memenuhi syarat  fakta  sosial sebab  di  dalamnya terdapat faktor-faktor  individu  yang  berasal  dari penuturnya. Dengan  demikian,  langage tidak memiliki prinsip keutuhan, sehingga tidak memungkinkannya untuk diteliti secara ilmiah. Langue  adalah produk sosial dari  kemampuan  bahasa, yang merupakan keseluruhan konvensi yang dipengaruhi  oleh kelompok   sosial   untuk  memungkinkannya   mempergunakan kemampuan itu. Jika parole dipengaruhi unsur wicara,  yang sifatnya hiterogen, langue tidak. Oleh karena itu,  bahasa dapat  diselidiki secara ilmiah hanya bila wicara  diabaikan.  Jadi,  dari  sudut pandang  inilah  langue  bersifat konkret  karena  merupakan  perangkat  tanda  bahasa  yang disepakati secara kolektif.
Bila  dicermati pandangan Saussure di atas,  terutama dikaitkan  dengan  objek studi bahasa,  yakni  langue  dan menolak  parole  sebagai objek penelitian,  kiranya  patut diperhatikan. Sebenarnya, dilihat dari sudut pandang objek penelitian,  ini  bukanlah barang baru  sebab  yang  telah dilakukan oleh para linguis diakronis objeknya adalah  ini juga;  hanya  saja Saussure  memberikan  istilah  'langue' untuk  istilah  'bahasa' yang menjadi  objek  kajian  para linguis sebelumnya.
Mengapa  parole  tidak  dipelajari?  Alasan  Saussure adalah bahwa parole bersifat individual; dengan demikian hiterogen di masyarakat. Barangkali sangat pantas hal ini  dikemukakan  saat  itu, sebab bagaimana pun  dia  dididik  dan dikembangkan pada lingkungan dan masa kejayaan  linguistik historis  serta kuat-kuatnya pengaruh  psikologi  behaviorisme  saat  itu.  Namun, akankah  bahasa  sebagai  sarana komunikasi hanya menyangkut kaidah-kaidah kolektif? tidakkah  unsur-unsur individual justru semakin  menarik  untuk dikaji?
Bahasa, sebagai gejala dan kekayaan sosial tidak akan pernah berhenti berkembang sejalan dengan arah perkembangan pemakainya. Pemikiran dan tingkah laku berbahasa  manusia ditandai oleh gejala alami, yakni perubahan. Perubahan tingkah  laku berbahasa terjadi pada setiap kawasan  kehidupan  manusia,  dalam setiap ruang  dan  waktu,  sehingga menyebabkan  perubahan aturan-aturan atau norma  (Samsuri, 1988). Suatu bentuk ujaran belum tentu dapat diterima oleh suatu lingkungan (konteks sosial), meskipun ujaran  tersebut dapat diterima oleh lingkungan yang lain. Begitu  pula ujaran  yang  sama akan dimaknai berbeda  bila  dituturkan kepada  orang  yang berbeda. Kalimat  bahasa  Jawa  dialek Malang  Koen  wis mulih, ta? tidak pantas  diucapkan  oleh seorang  mahasiswa kepada induk semang rumah kosnya,  yang seorang dosen di PTN dan usianya lebih tua dari  mahasiswa itu,  tetapi  lazim bila diucapkan sesama teman  kos  yang relatif  berusia sejajar. Persoalan ini  adalah  persoalan sosiologi. Namun, karena timbulnya penilaian yang berkaitan  dengan bahasa, hal itu juga dapat menjadi kajian  ilmu bahasa.  Di sinilah pentingnya sosiolinguistik  dikembangkan.
Kalimat klasik Ayam makan belalang mati akan memiliki berbagai  makna  bila diujarkan dengan  kesenyapan  ('juncture')  yang  berbeda. Bila  kesenyapan  diberikan  lebih panjang  di antara ayam dan makan, kalimat  tersebut  akan bermakna belalang yang mati. Dengan kata lain, ada  peristiwa ayam makan bangkai belalang. Bila kesenyapan  diberikan  lebih panjang di antara makan dan  belalang,  kalimat tersebut  akan  bermakna belalang juga yang  mati.  Namun, kalimat tersebut mengisyaratkan adanya dua peristiwa  yang tidak  saling berhubungan atau memengaruhi, yakni  ketika ayam  makan  ada peristiwa belalang mati. Lain  lagi  bila kesenyapan diberikan lebih panjang di antara belalang dan mati.  Kalimat tersebut akan bermakna ayamlah  yang  mati, yang mungkin disebabkan belalang. Data-data  kebahasaan  di  atas  semuanya   berkaitan dengan masalah ujaran, yang mestinya adalah parole. Kaidah gramatika yang merupakan langue tentu tidak dapat memecahkan persoalan itu. Oleh karena itu, pendapat Saussure yang menegaskan  bahwa  bahasa dapat diselidiki  secara  ilmiah hanya bila wicara diabaikan tidak sesuai lagi.
Berkaitan dengan istilah langue dan parole  tersebut, ada  dua  istilah yang sejalan  dengan  keduanya,  masing-masing  adalah sphota dan dhvani. Kedua  istilah  terakhir ini  dipakai dalam tradisi linguistik di India yang  berkembang  pada abad ke-3 SM. Sphota adalah lembaga  bahasa, sistem bahasa yang diwarisi bersama dan hidup dalam pengetahuan seseorang. Sedangkan, dhvani mengacu kepada realisasi individual seseorang berbahasa atau kemampuan seseorang berbahasa  (Parera, 1983: 77). Dengan  demikian,  terlihat bahwa  sphota  sama  saja dengan langue  dan  dhvani  sama dengan parole.
Untuk  itu, patut dipertanyakan apakah ide  pemisahan bahasa  sebagai konsep dalam pikiran (langue)  dan  bahasa sebagai  bentuk ujaran (parole) betul-betul merupakan  ide murni Saussure. Hal ini tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara  nyata (barangkali hanya dapat  dihipotesiskan)  sebab Saussure telah tiada dan tidak pernah mengungkapkan pengakuannya,  tidak  seperti yang telah  dilakukan  oleh  Chomsky dalam pengakuannya bahwa paradigma linguistik yang  dikembangkannya  kemudian  diikuti banyak  orang  diambil  dari pikiran-pikiran  Descartes, Juan Harte, Wilhelm  von  Humbolt, dan Port Royal Grammar (Wahab, 1991:23).
Tentang  hal  itu dapat saja terjadi  bahwa  Saussure mengambil pikiran atau lebih halusnya terpengaruh  Panini, atau  bisa jadi tidak keduanya, melainkan secara  kebetulan keduanya  berpikiran  sama,  sebab  secara  kebetulan  memang tersedia istilah-istilah yang berbeda dalam bahasa  Perancis untuk pengertian bahasa. Kemungkinan pertama bisa saja terjadi bila ditelusuri sejarah  perkembangan linguistik saat itu  dan  perjalanan hidupnya.  Linguistik  India mulai dilirik  linguis  Eropa sejak  Sir  William  Jones  menghubungkan  antara  sejarah linguistik dengan bandingan bahasa, yang sebelumnya dikerjakan secara terpisah. Bukan hanya itu, ia mulai memperkenalkan  bahasa Sanskerta, yang juga  berakibat  linguistik deskriptif menunjukkan kontak yang erat dengan India kuno. Filippo  Sasseti  pada abad ke-16 dalam  Lingua  Sanscruta telah menulis secara menakjubkan hubungan antara kata-kata bahasa  Italia dengan Sanskerta. Persamaan  antara  bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Eropa telah pula  digambarkan oleh B. Schule (Jerman) dan Pere Coeurdoux  (Prancis). Tahun  1803  sarjana Jerman F. von  Schlegel  telah  mulai mengembangkan  studi bahasa Sanskerta di  Paris.  Demikian juga adiknya, W. von Schlegel pada tahun 1819. Di  samping itu, juga telah diketahui bahwa Saussure pada masa  studinya  telah mendapat pendidikan bahasa  Sanskerta.  Bahkan, kemudian  ia  mengajar bahasa  Sanskerta,  Gothik,  Jerman Tinggi  Kuno,  serta linguistik komparatif  Indo-Eropa  di Ecole Pratique des Hautes Etudes Universitas Paris. Berdasarkan  kenyataan tersebut, bisa jadi  Saussure  mengambil atau  terpengaruh buah pikiran Panini. Sayang memang,  hal ini  belum pernah diungkapkan oleh para linguis. Penyelidikan yang mendalam tampaknya perlu dilakukan untuk  mengungkap tabir masalah ini.

b. Perbedaan Langue dan Parole
Langue
Parole
Produk sosial dari kelompok sosial.
Individual, bervariasi, dan berubah-ubah.
Pasif
Aktif
Abstrak
Konkrit

2. KOMPETENSI DAN PERFORMANSI
a. Pengertian Kompetensi dan Performansi
Konsep Kompetensi dan Performansi dikemukakan oleh Noam Chomsky. Kompetensi adalah pengetahuan penutur-pendengar mengenai bahasa mereka. Sedangkan Performansi adalah aktualisasi bahasa.
Istilah kompetensi dan performansi mulai populer ketika Chomsky menerbitkan bukunya yang berjudul Aspects of the Theory of Syntax. Kompetensi mengacu pada pengetahuan dasar tentang suatu sistem, peristiwa atau kenyataan. Kompetensi ini bersifat abstrak, tidak dapat diamati, karena kompetensi terdapat dalam alam pikiran manusia. Yang dapat diamati adalah gejala-gejala kompetensi yang tampak dari perilaku (kebahasaan) manusia seperti berbicara, berjalan, menyanyi, menari dan sebagainya.
Dalam pengajaran, kita memiliki asumsi bahwa pembelajar memproses kompetensi tertentu dan kompetensi ini dapat diukur dan diteliti dengan cara mengamati performansi. Cara ini umumnya disebut tes atau ujian. Dalam linguistik, kompetensi mengacu pada pengetahuan sistem kebahasaan, kaidah-kaidah kebahasaan, kosakata, unsur-unsur kebahasaan, dan bagaimana unsur-unsur itu dirangkaikan, sehingga dapat menjadi kalimat yang memiliki arti. Performansi merupakan produksi secara nyata seperti berbicara, menulis dan juga komprehensi seperti menyimak dan membaca pada peristiwa-peristiwa ahli bahasa.
Kompetensi kebahasaan, merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Chomsky (1965). Dalam hal ini kompetensi mengacu pada pengetahuan gramatika. Pembicara-pendengar yang ideal dalam suatu masyarakat yang homogen mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah gramatika bahasanya. Gramatika suatu bahasa berisi suatu deskripsi mengenai kompetensi yang bersifat intrinsik pada diri pembicara-pendengar.
Kompetensi kebahasaan adalah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat abstrak, yang berisi pengetahuan tentang kaidah, parameter atau prinsip-prinsip, serta konfigurasi-konfigurasi sistem bahasa. Kompetensi kebahasaan merupakan pengetahuan gramatikal yang berada dalam struktur mental di belakang bahasa. Kompetensi kebahasaan tidak sama dengan pemakaian bahasa. Kompetensi kebahasaan bukanlah kemampuan untuk menyusun dan memakai kalimat, melainkan pengetahuan tentang kaidah-kaidah atau sistem kaidah. Dalam hal ini kita dapat memahami bahwa mengetahui pengetahuan sistem kaidah belum tentu sama atau jangan disamakan dengan kemampuan menggunakan kaidah bahasa tersebut dalam aktualisasi pemakaian bahasa pada situasi konkret. Masalah bagaimana menggunakan bahasa dalam aktualisasi konkret merupakan masalah performansi.
Di samping kompetensi kebahasaan, Chomsky juga mengemukakan performansi kebahasaan. Dalam kenyataan yang aktual, performansi itu tidak sepenuhnya mencerminkan kompetensi kebahasaan. Dikemukakan oleh Chomsky bahwa dalam pemakaian bahasa secara konkret banyak ditemukan penyimpangan kaidah, kekeliruan, namun semua itu masih dapat dipahami oleh pembicara-pendengar karena mereka mempunyai kompetensi kebahasaan.
Berkaitan dengan kompetensi ini, Chomsky mengemukakan konsep ‘keberterimaan’ dan konsep ‘kegramatikalan’. Keberterimaan mengacu pada bentuk-bentuk tuturan yang benar-benar alamiah dan dengan cepat dapat dipahami, tidak aneh, tidak asing dan tidak janggal. Sedangkan kegramatikalan, mengacu pada bentuk-betuk tuturan yang apabila dilihat dari kaidah kebahasaan yang bersangkutan tidak menyimpang. Masalah keberterimaan berkaitan dengan performansi kebahasaan, sedangkan kegramatikalan berkaitan dengan kompetensi kebahasaan. Pengertian kedua istilah tersebut tidak boleh dicampuradukkan. Contoh pada kalimat berikut (1) dan (2) merupakan contoh kalimat yang memiliki tingkat kegramatikalan dan keberterimaan yang tinggi, sedangkan kalimat (3) dan (4) memiliki kegramatikalan yang rendah namun keberterimaannya tinggi.
1.      Bapak membaca surat kabar di ruang tamu
2.      Sopyan belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa lulus dalam ujian
3.      …...Satu kilo gula, tiga kilo tepung dan setengah kilo mentega bu……
4.      …….Besok pagi jam delapan dari stasiun Turi, dik!

A.  Kompetensi dan Performansi Bahasa
Pemisahan antara langue dan parole oleh de Saussure dilihat orang persamaan dengan pandangan linguistic Amerika, Noan Chomsky dan para pengikutnya sekitar tahun 1960-an. Chomsky memisahkan perilaku bahasa atas competence dan performance. Competence (kompetensi) adalah pengetahuan pemakaian bahasa yang ideal tentang kaidah gramatikal, sedangkan performance (performansi) adalah realisasi nyata penetahuan penutur dalam tuturan, yang didalamnya tercakup berbagai faktor sosial, fisik, dan kejiwaan (Kaseng, 1992: 90).
Kompetensi atau kemampuan diartikan sebagai pengetahuan yang dipunyai pemakai bahasa tentang kaidah-kaidah bahasa. Pengetahuan ini diperoleh secara tidak sadar (alamiah), secara diam-diam, secara intrisik, implisit, intuitif, dan terbatas. (Palmaater dalam Tarigan, 1985: 11 dan Kaseng, 1991: 9). Kompetensi merupakan informasi yang tersedia bagi pembicara asli yang lancer berkenaan dengan bahasanya, sehingga memungkinkan dia megerti dan mengahsilkan sejumlah kalimat yang belum pernah di dengar atau diucapkan sebelumnya, membedakan antara kalimat yang meragukan dengan yng tidak meragukan yang bersinonim dengan yang tidak bersinonim, yang gramatikal dan yang tidak gramatikal, dan sebagainya. Kompetensi merupakan sistem kaidah yang abstrak dan terbatas yang mendasari perilaku linguistik si pembicara yang memungkinkan ia menganalisis serta mesistesikan secara tepat hubungan bunyi-arti sejumlah kalimat yang tidak terbatas.
Performansi adalah pemakaian bahasa itu sendiri di dalam keadaan yang sebenarnya. Dengan kata lain, performansi merupakan tutur yan aktual. (Silitonga, 1976: 120 dalam Tarigan, 1985: 12 dan Kaseng, 1991: 9). Performansi linguistik mengacu kepada proses-proses kognitif, kesadaran, dan pengertian yang dipergunakan oleh seseorang di dalam penggunaan pengetahuan linguistiknya secara aktual.
Performansi linguistik mengacu kepada proses-proses kognitif, kesadaran, dan pengertian yang digunakan oleh seseorang dalam penggunaan pengetahuan linguistiknyya secara aktual. Dengan kata lain, performansi linguistik menunjuk kepada perangkat keterampilan dan strategi yang dipergunakan oleh si pemakai bahasa sebaik dia menerapkan kemampuan lingustiknya di dalam produksi dn komprehensif kalimat-kalimat yang sesungguhnya di dalam pembentukan serta pemahaman kalimat-kalimat yang sesungguhnya. (Cairns dan Cairin, 1967 dalam Tarigan, 1985: 12).
B.  Aspek-aspek yang terkait dengan ilmu bahasa
Chomsky mengatakan bahwa performansi adalah teori penggunaan bahasa yang tidak termasuk ke dalam teori linguistik dalam pengertian yang lebih sempit, namun cenderung kepada suatu cabang khusus psikologi. Walaupun tidak dapat disangkal akan ketergantungannya pada teori linguistic, yang dikaji atau diteliti secara khusus adalah mekanisme-mekanisme psikologi yang menentuka aplikasi atau penerapan kompetensi linguistic. Oleh karena itu, pada utaian berikut ini hanya akan dijelaskan secara rinci aspek-aspek kompetensi yang terksit dengan ilmu bahasa.
a.    Sistem Bunyi (Fonologi)
Bahagian kompetensi seseorang yang berkenaan dengan fonologi bahasa. Apabila anda mendengarkan atau mencoba mempelajari sebuah bahasa asing, anda akan menyadari bahwa bahasa tersebut memiliki bunyi yang tidak terdapat dalam bahasa anda. Contoh, dalam bahasa Arab terdapat bunyi asing, seperti: ……; dalam bahasa Inggris: [ph], [th]; dalam bahasa Belanda: [x], [ui], bahasa Jawa: [t], [d]; dalam bahasa Jerman: [u], [8].
Akan anda kenali juga bahwa terdapat rangakaian bunyi bahasa yang posisinya berbeda dengan bahasa Anda. Nama-nama seperti Ptah dan  Ptolemi bagi orang Indonesia akan cenderung membuang (p) atau menyisipkan sebuah vokal (e) antara p dan t. Kata-kata Indonesia seperti makan dan  jangan oleh orang Bugis dan orang Makassar akan terealisasi dalam ucapan dengan mengganti (n) dengan (ng).
b.    Morfologi
Pembicaraan terdiri atas tuturan yang tidak terputus, sering tidak dapat dikenali batas-batas fisik antara satu kata dengan kata lain. Akan tetapi, kita dapat menguraikan tuturan dalam deretan kata-kata tanpa mengalami kesulitan. Dalam contoh-contoh di bawah ini (dalam bahasa Inggris dan bahasa Navako), kita dapat menguraikan (a) menjadi (b), tetapi tidak ada penutur bahasa Inggris akan menguraikan menjadi (c). Selanjutnya, perhatian kalimat bahasa Navako (d) yang berarti sama dengan kalimat bahasa Inggris, tetapi menguraikan kalimat (d) adalah susah bagi penutur bahasa Navako.
1.    Hewenttotownonhhishorse
2.    He went to town on his horse
3.    *hew entot ow nonh is hor se
c.    Sintaksis
Dalam kalimat-kalimat berikut akan dibedakan kalimat yang tersusun secara benar, yakni kalimat gramatikal yang berdiri sejajar dengan kalimat yang tidak gramatikal.
1)   Kehadiran mereka saya Anda
2)   Kehadiran Anda saya meminta
3)   Saya meminta kehadiran Anda.
Hanya kalimat (3) yang gramatikal, kalimat (1) adalah kata yang tersusun tanpa aturan, kalimat (2) menyalahi kaidah bentuk kata kerja, yang seharusnya saya minta.
Perlu pula dibedakan antara kalimat yang gramatikal, yaitu yang tersusun secara baik secara struktur dan kalimat yang tersususn baik secara semantik. Jika kita perhatikan kalimat-kalimat berikut, maka :
4)   Ia berdiri sambil minum kopi
5)   Ia minum kopi sambil berdiri
Kalimat (4) tersusun secara gramatikal, tetapi secara semantik agak janggal; kalimat (5) tersusun secara baik dilihat dari struktur dan semantik.
d.   Semantik
Bagian kompetensi linguistik seseorang adalah kesaggupan menentukan makna. Dengan kompetensi tersebut, orang dapat menentukan kalimat-kalimat mana yang memiliki lebih dari satu pengertian. Contoh :
1)   Menteri Agama mengumumkan keselamatan jemaah haji di tanah suci.
2)   Penemuan misterrius penjahat itu menjadi buah mulut masyarakat beberapa tahun lalu
3)   Isteri tukang becak yang nakal itu sudah pergi
4)   Kuda itu sudah siap untuk naik gunung.
Dengan kompetensi linguistik itu pula, orang dapat mengetahui bahwa kalimat-kalimat yeng berbeda bentuk kata atau struktur yang menunjukkan hal yang sama. Contoh :
1)   a. Ahmad seorang pemuda belum kawin
b. Ahmad seorang bujangan.
2)   a. Guru mengantar murid ke pabrik semen Tonasa
b. Murid diantar guru ke pabrik semen Tonasa.
e. Penggunaan Bahasa
Kemampuan membedakan jenis-jeis ujaran yang sesuai dengan situasi, lawan bicara, dan tempat pembicaraan termasuk pula bagian kompetensi bahasa.
C.  Struktur batin dan struktur lahir
Menurut Chomsky, dalam setiap pemerian sintaksis, struktur sintaksis kalimat yang teramati (surface structure=struktur lahir) seharusnyalah dihubungkan dengan struktur yang lebih abstrak, yaitu disebut deep structure (struktur batin). Perbedaan antara kedua kalimat mengandung kalimat-kalimat lain sebagai bagian struktur internnya. Kita ambil contoh berikut ini :
1.    The man bit the dog
2.    The dog was bitten by the man
3.    The dog bit the man
Getar intuisinya mengatakan kepada para penutur bahasa Inggris bahwa kalimat (1) sama dengan kalimat (2) dan tidak sama dengan kalimat (3), walaupun (1) dan (3) mempunyai struktur lahir yang sama. Dengan demikian, kita katakan bahwa (1) dan (2) berstruktur lahir yang berbeda, tetapi berstruktur batin yang sama. Sedangkan (1) dan (3) ber-surface structure yang sama, tetapi ber-deep structure yang berbeda. Penutur bahasa Inggris pun merasakan bahwa:
4.    Visiting friends can be a bore
Mempunyai satu surface structure, tetapi memiliki deep structure. Kalimat (4) bisa berarti :
-       Mengunjungi teman bisa membosankan
-       Teman-teman yang berkunjung bisa membosankan.
Singkatnya, kalimat (4) itu ambiguitas (berdwiarti). Selanjutnya kita kaji kedua kalimat berikut ini:
5.    Friendly young dogs seem harmless
6.    Furiously sleep ideas green colourless
Kedua kalimat di atas, urutan katanya megikuti pola kalimat yang sama, tetapi hanya nomor (5) yang gramatik. Para penutur akan merasa bahwa kalimat (6) itu tidak masuk akal.
Setelah menekuni kalimat (1) sampai dengan (6), kita melihat bahwa surface adalah aspek dari pemberian bahasa yang menentukan bentuk fonetik dari kalimat, sedangkan deep structure menentukan interpretasi semantiknya. Hubungan antara deep structure dan surface structure ini diatur oleh aturan-aturan grammar, yang disebut grammatical transformation (transformasi gramatik). Aturan-aturan grammar demi kin menurut Chomsky, harus eksplisit. Dalam pengertian bahwa aturan-aturan itu secara otomatis menghasilkan kalimat-kalimat dan memberikan ukuran gramatik. Dua aspek utama dari teori ini (1) aturan-aturan transformasi dan deep structure menjadi surface structure dan (2) aturan-aturan yang eksplisit dan generative bisa menjadi rujukan dalam bahasa transformational generative grammar (Alwasilah, 1985: 127-128).
Sejalan dengan uraian di atas, Kridalaksana (1993) mendefinisikan kedua paradigma di atas sebagai berikut : Struktur batin (deep structure; deep grammar; underlying structure), adalah :
Struktur batin (deep structure; deep grammar; underlying structure). TG. 1. Output dari kaidah struktur frase dan leksikon dan input pada transformasi dan komponen semantik; 2. Struktur yang dianggap mendasari kalimat atau kelompok kata, yang mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantis kalimat, yang tidak nyata secara langsung dari deret linear kalimat atau kelompok kata itu, misalnya, meja kayu dan meja kantor mempunyai kesamaan dan struktur lahir, tetapi berbeda dalam struktur batinnya, yang pertama menyatakan “asal”, yang kedua berarti “kepunyaan”, “untuk”, dan sebagainya.
Struktur lahir (surface structure) 1. Hubungan gramatikal antara kata-kata dalam frasa atau kalimat yang konkret, misalnya meja kayu dan meja kantor mempunyai struktur lahir yang sama yaitu N+N, tetapi mempunyai struktur batin yang berlainan; 2. Urutan linear bunyi, kata, frase, dan klausa yang merincikan apa yang diujarkan; 3. Output dari transformasi dan menjadi input pada komponen fonologi (Kridalaksana, 1993: 203).
D.  Perbedaan kompetensi dan performansi bahasa
Aturan atau susunan keterampilan-keterampilan psikologis ini membangun dasar performansi linguistik, sedangkan sistem kaidah-kaidah bahasa seseorang yang telah dijiwai itu membangun kompetensi linguistik.
Pada saat konsep kompetensi dan performansi linguistik pertama kali dirumuskan dalam linguistik generative, maka kompetensi linguistik dipandang sebagai sejenis idaman Plato (a kind of Platonic ideal) yang akan melukiskan semua dan hanya kalimat ketatabahasaan yang sempurna dari suatu bahasa.
Performansi linguistik dibayangkan sebagai sejenis lapisan atas (hamparan) kesalahan manusia yang menghasilkan kalimat-kalimat yang kurang ideal yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan organism manusia. Jadi ujaran sesungguhnya, yang terdiri atas permulaan-permulaan yang salah, kalimat-kalimat yang disempurnakan secara tidak tepat, dan fragmen-fragmen kalimat dianggap sebagai yang dihasilkan oleh suatu kompetensi yang benar-benar murni, yang dinodai oleh ketidaksempurnaan system performansi manusia sebagai pembatasan-pembatasan di dalam jangkauan ingatan, serta kelembaban alat-alat suara.
Dengan demikian, suatu teori kompetensi linguistik memberi ciri pada sifat-sifat struktur umum kalimat-kalimat; tetapi tidak membiarkan pada teori performansi linguistic suatu karakterisasi mekanisme-mekanisme yang dipergunakan sesungguhnya sebagai alat untuk menghasilkan, merasakan serta memahami kalimat-kalimat tersebut. (Cairns and Cairns, 1976 : 37-39) 
b. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi dan Performansi
·         Fisik: cacat pada alat bahasa
·         Psikologis: keadaan jiwa
·         Lingkungan: kebiasaan berbahasa akibat latar belakang budaya

3. STRUKTUR DALAM DAN STRUKTUR PERMUKAAN
Sama halnya dengan Kompetensi dan Performansi, Struktur Dalam dan Struktur Luar juga dikemukakan oleh Noam Chomsky. Struktur dalam (deep structure) merupakan struktur yang dianggap mendasari kalimat dan mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantiknya. Sedangkan Struktur luar (surface structure) adalah struktur yang tampak dalam tuturan nyata yang menggambarkan urutan bunyi, kata, frasa, kalimat.
Struktur Dalam disebut juga struktur batin (deep structure, deep grammar, underlying structure)Struktur yang mendasari kalimat untuk memaknai kata secara tidak langsung dari unsur kata yang membentuknya, misalnya:
“Meja kayu” dan “Meja kantor” berstruktur lahir sama, tetapi memiliki makna berbeda. Meja kayu menyatakan asal sedangkan meja kantor menyatakan milik.
Struktur Permukaan disebut srtuktur lahir (surface structure) hubungan gramatikal antara kata-kata dalam frase atau kalimat yang konkret, misalnya Meja kayu dan Meja kantor memunyai struktur lahir yang sama yaitu N+N.

4. STRUKTUR DAN FUNGSI
Struktur ialah organisasi unsur bahasa yang bersifat ekstrinsik, bersifat abstrak, dan bersifat intuitif; pola bermakna dari unsur bahasaMisalnya kalimat,Pemerintah melaksanakan kebijakan baru. S P O Berstruktur Subjek-Predikat-objek. Fungsi ialah peran unsur bagian kalimat yang lebih luas, misalnya : Pemerintah melaksanakan kebijakan baru. Berfungsi : Nomina -Verba -Nomina Pemerintah melaksanakan kebijakan baru.Setara: S P O Fungsi: N V N


DAFTAR PUSTAKA
de      Saussure, Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik  Umum. (Terjemahan  Hidayat,  Rahayu  S.)   Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press.

Kridalaksana, Harimurti. 1988. "Mongin-Ferdinand de  Saussure  (1857-1913)  Bapak Linguistik  Modern  dan Pelopor  Strukturalisme".  Dalam  de   Saussure, Ferdinand.  1988.  Pengantar  Linguistik   Umum. (Terjemahan  Hidayat,  Rahayu  S.)   Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press.

Parera, Jos Daniel. 1983. Pengantar Linguistik Umum: Kisah Zaman. Ende: Nusa Indah.
Sampson, Geoffrey. 1980. Schools of Linguistics. Stanford: Stanford Univ. Press.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX.  Jakarta: P2LPTK.
Verhaar,  J.W.M. 1977. Pengantar  Linguistik.  Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press.
Wahab, Abdul.  1990.  Butir-Butir  Linguistik. Surabaya: Airlangga Univ. Press.
Wahab, Abdul. 1991.  Isu  Linguistik: Pengajaran  Bahasa  dan Sastra. Surabaya: Airlangga Univ. Press.
Wardihan, A.P, Baharman. 2011. “Pengantar Linguistik”. Makassar: Badan Penerbit UNM